Monday, August 1, 2011

Misteri Ducati 800cc: Terkecoh Prestasi Stoner?

Jeremy Burgess sempat mengkritik Ducati yang menurutnya selama ini hanya bercermin dari keberhasilan dan kurang belajar dari kesalahan. Jika menyimak kisah perjalanan Ducati MotoGP khususnya di era 800cc, kritik tersebut ada benarnya. Ada kesan kalau selama ini Ducati terkecoh oleh hasil yang ditorehkan oleh Casey Stoner.


GP8 vs GP11 Terkecoh Prestasi Stoner?

Ducati 800cc mulai dipakai pada musim 2007 seiring perubahan regulasi MotoGP. Casey Stoner juga mengawali kebersamaannya dengan team merah pada musim ini. Dia tampil mengejutkan dengan langsung meraih kemenangan pada seri perdana di circuit Losail, Qatar. Total sepuluh kemenangan diraihnya musim itu. Cukup untuk membawanya ke tahta juara dunia.

Kesuksesan Casey dengan cepat membuat pihak Ducati berkesimpulan bahwa mereka sudah punya motor yang tangguh. Kuncinya adalah mencari rider yang mirip Stoner: muda dan agresif. Maka tidak heran jika Ducati segera mempersilakan Loris Capirossi -yang sudah bersama Ducati sejak pertama terjun di MotoGP tahun 2003- untuk mencari team lain.

Pilihan lantas dijatuhkan kepada Marco Melandri. Di atas kertas, Melandri jelas sangat masuk kriteria Ducati: muda, agresif dan tentu saja seoarang rider Italia. Sukses bersama Stoner memang bikin bangga, tapi kebanggaan tentu akan semakin sempurna jika yang melakukannya adalah rider dari kampung halaman Ducati.
Sayang kenyataan sangat jauh dari harapan (atau perkiraan). Macio bener-benar gagal total bersama Ducati. Tak sekalipun dia bisa merasakan podium. Hasil terbaiknya adalah finish ke-5 saat balapan berlangsung dalam kondisi basah di circuit Shanghai, Cina.

Sementara prestasi Casey Stoner jauh lebih baik meski tak berhasil memepertahankan gelar juaranya. Dan sekali lagi Ducati terkecoh. Mereka tidak terlalu berpikir bahwa ada yang salah dengan motornya. Mereka lebih memilih untuk mencari pengganti Melandri.

Nicky Hayden kemudian datang mengisi posisi yang ditinggalkan Melandri, sebuah keputusan yang kabarnya diambil setelah Ducati gagal meminang Marco Simoncelli yang saat itu memilih tetap bertahan di kelas 250cc.
Penampilan Hayden di atas GP9 lebih baik dibandingkan Melandri dengan GP8. Setidaknya The Kentucky Kid pernah merasakan podium. Meski, sekali lagi prestasi Stoner jauh lebih baik, bahkan dengan absen selama tiga seri berturut-turut.

Di musim 2009 ini pula mulai berhembus kabar keretakan hubungan Stoner-Ducati, terutama pasca keputusan kontroversial Stoner untuk absen selama tiga seri dengan alasan menyembuhkan penyakit misterius yang dideritanya.

Tahun berikutnya, Ducati sepertinya mulai mengembangkan motor dengan pendekatan lebih ke gaya balap Hayden. Terbukti di seri-seri awal, Stoner mulai kerepotan dengan GP10. Sementara Nicky sempat beberapa kali tampil lebih baik dan finish di depan Stoner. Walaupun akhirnya tetapah Casey yang mempersembahkan podium lebih awal.

Dan ketika Hayden sukses naik podium pada MotoGP Aragon, Stoner kembali selangkah lebih maju dengan berhasil mempersembahkan kemenangan pertama untuk Ducati di musim 2010. Hanya saja, problem yang mendera Ducati sebenarnya masih belum teratasi. setelah seri Aragon, baik Hayden maupun Stoner masih silih berganti mengalami kecelakaan. Ketidakstabilan di bagian depan (front-end problem) disebut-sebut sebagai masalah utama Ducati saat itu dan bahkan ditengarai sudah ada sejak musim-musim sebelumnya.

Prestasi Stoner di atas Ducati ternyata juga sempat mengecoh Jeremy Burgess. Saat pertama kali mengumumkan akan ikut Rossi ke Ducati, Jerry dengan yakin mengatakan bahwa pekerjaan barunya dengan Ducati akan lebih ringan dibandingkan saat pertama kali datang ke Yamaha.

Asumsinya jelas, Yamaha di tahun 2003 (sebelum Rossi datang), bukanlah motor juara. Tak sekalipun rider penunggang M1 musim itu berhasil meraih kemenangan. Sedangkan di tahun 2010, setidaknya Ducati sempat meraih beberpa podium dan juara seri.

Sebuah asumsi yang akhirnya terbukti sangat keliru. Sudah melewati pertengahan musim 2011, prestasi terbaik Rossi baru sekali naik podium ke-3. Tentu sangat jauh jika dibandingkan dengan hasil yang ditorehkan The Doctor bersama Yamaha di tahun 2004.
 
Kanapa bisa demikian?

Masalah yang mendera Ducati dengan Yamaha sangat berkebalikan. M1 kurang power tetapi stabil sedangkan Desmosedici punya tenaga besar tetapi sangat tidak stabil.

Tahun 2004, YZR-M1 tentu belum sebaik versi tahun-tahun berikutnya. Tetapi dengan kestabilan yang dimilikinya, Rossi sangat percaya diri untuk menggebernya hingga melewati batas (M1 maupun Rossi-nya sendiri). Sedangkan dengan ketidakstabilan Ducati, Rossi mengakui tak punya cukup rasa percaya diri untuk membawanya hingga mendekati limit.

Berarti Stoner lebih hebat dari Rossi?

Rossi dan Stoner punya pendekatan yang berbeda soal adaptasi motor. Stoner memang tidak punya kemampuan untuk memberikan data kepada kru dan para insinyur Ducati sedetail Rossi, namun dia paunya keahlian lain. Casey lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan tunggangannya.

Hingga saat ini Stoner nyaris menjadi satu-satunya rider yang pernah membawa Ducati 800cc ke puncak podium. Satu-satunya kemenangan Ducati 800cc yang bukan diraih Stoner dipersembahkan oleh Capirex pada MotoGP Motegi 2007.

Efek buruknya, dia sering mengalami kecelakaan. Di samping itu, problem motor yang sesungguhnya, menjadi agak susah di deteksi karena itu tadi, pihak Ducati sudah lebih dulu terkecoh prestasi Stoner.

Rossi tak mau begitu. Dia lebih memilih berusaha keras untuk menyembuhkan penyakit Ducati. Walau itu berarti harus rela tertinggal dari para pesaingnya. Capat atau lambat penyakit itu bisa diatasi ya tentu saja tergantung dari jenis penyakit dan siapa yang menanganinya.

Banyak MotoGP Mania yang sepertinya masih salah kaprah. Rossi dikatakan jago ngembangin motor bukan berarti dia layaknya seorang engineer atau mekanik. Dia tetaplah seorang pembalap. Hanya kelebihannya Rossi mampu memberikan input yang lebih mendetail dibandingkan dengan rider lainnya. Selebihnya adalah tetap tugas para insinyur untuk mengimplementasikannya menjadi sebuah solusi lewat berbagai update komponen. Saat bersama Yamaha, pengembangan yang dilakukakan Yamaha langsung klop dengan Rossi,sayangnya dengan Ducati hal itu tidak terjadi sehingga harus dilakukan berulang-ulang.

Tidak benar juga jika ada anggapan selama empat tahun bersama Stoner, Ducati tidak melakukan pengembangan motor sama sekali. Jika demikian, berarti Filippo Preziosi dan seluruh staf Ducati makan gaji buta dong. Mungkin lebih tepatnya dikatakan jika sebelum kedatangan Rossi, Ducati mengembangkan motor dengan tanpa (atau sedikit) input dari penggunanya (rider).

Bagaimana jika sampai akhir musim Rossi belum mampu meraih kemenangan? Untuk apa mengembangkan motor dengan susah payah jika motor itu hanya akan dipakai hingga akhir musim 2011?
MotoGP adalah balapan motor prototype. Sebuah balapan yang memang ditujukan untuk menaikkan gengsi pabrikan. Disini kejeniusan dan eksistensi pabrikan dipertaruhkan. Jadi tak peduli walau mesin 800cc akan dimuseumkan setelah balapan di Valencia, Ducati sepertinya tetap akan berusaha keras memberikan tunggangan kompetitif untuk para ridernya. Toh ini sudah disiasati dengan memasang mesin 800cc pada GP12. Setidaknya, hasil pengembangan tidak akan sia-sia karena bisa diimplementasikan pada motor prototype untuk musim mendatang.

Jika tahun ini misteri Ducati 800cc tak mampu dipecahkan, musim 2012 dengan regulasi baru 1000cc sudah menanti. Berdasarkan pengalaman, Ducati di era 1000cc sebelumnya tidaklah semisterius 800cc.

Jika masih gagal juga?

Ya, mungkin Valentino memang tidak berjodoh dengan Ducati. Di Italia saat ini kabarnya ada gosip Rossi akan membentuk tim sendiri bersama seluruh krunya dibawah pimpinan Burgess. Rumor itu juga menyebutkan Rossi kemungkinan akan memakai mesin Honda dengan pengembangan sendiri (bukan versi HRC) dengan Red Bull sebagai penyandang dana. Tentu saja gosip ini segera dibantah oleh pihak Ducati.

Sumber: http://www.motogp-mania.com/terkecoh-prestasi-stoner

No comments:

Post a Comment